Selasa, 08 Agustus 2023

Kelekak Sebuah Kearifan Lokal Masyarakat Melayu Tempo Dulu

KELEKAK adalah sebidang tanah yang ditanami secara sengaja atau tidak sengaja oleh orangtua zaman dahulu dengan beragam pohon penghasil buah (tumbuhan khas daerah), baik yang dimiliki secara pribadi (garis keturunan tertentu), maupun dimiliki secara bersama (milik orang banyak dalam satu kampung atau gabungan dari beberapa kampung).


Mengapa harus ditanami pohon penghasil buah? Karena kelak, pohon yang ditanam itu dapat dinikmati (dipetik buahnya) oleh anak cucu mereka atau masyarakat umum di masa yang akan datang. Oleh sebab itu pula, kelekak sering dikonotasikan dengan sebutan--meminjam istilah yang dipopulerkan budayawan Suhaimi Sulaiman--yakni 'kelak kek ikak' (suatu saat nanti bermanfaat atau dapat diambil manfaatnya oleh kamu-kamu generasi yang akan datang).

Beberapa aturan tersebut antara lain, baik batang maupun buah-buahan yang terdapat dalam areal suatu kelekak tidak boleh untuk dijual, tidak dikuasai semena-mena dan saling berebutan/bertengkar.

Jika musim berbuah boleh dinikmati (dikonsumsi) sepuas-puasnya dan sebanyak-banyaknya tanpa ada batasan selagi buahnya masih ada. Buah-buahan yang terdapat dalam kelekak harus diambil/dipetik secara arif.


Misalnya untuk buah durian tidak boleh dipetik dengan cara memanjat, dijolok atau dilempar melainkan menunggu sampai buahnya masak dan jatuh sendiri. Sedangkan untuk buah-buahan yang cara pengambilan/dipetik dengan cara memanjat, hanya boleh diambil/dipetik buah yang sudah masak atau yang sudah pantas untuk dipetik).


Ringkas kata, baik pemeliharaan maupun pengambilan manfaat dari Kelekak Wakaf, memiliki kearifan lokal berupa ketaatan menjalankan aturan adat, mimiliki nilai sosial budaya yang sangat tinggi, memiliki tujuan konsumtif tetapi tidak memiliki tujuan ekonomis, karena manfaat/hasilnya memang tidak untuk diperjualbelikan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar